
DIGITAL

Dugaan Pungli Di Pasar Gedebage Bandung
Dugaan Pungli Di Pasar Gedebage Bandung

Dugaan Pungli Di Pasar Gedebage Bandung Tentunya Menjadi Pratik Ilegal Dan Harus Segera Di Tangani Pemerintah. Saat ini Dugaan Pungli di Pasar Induk Gedebage, Bandung, mencuat ke permukaan seiring memburuknya pengelolaan sampah di area tersebut. Para pedagang mengaku tetap diminta membayar retribusi kebersihan meskipun sampah menumpuk dan tak terkelola dengan baik. Kondisi ini menimbulkan keresahan karena tumpukan sampah bukan hanya mengganggu aktivitas jual beli, tetapi juga mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan. Permasalahan ini diperumit oleh keterlibatan beberapa pihak dalam pengelolaan pasar, seperti pengelola resmi dari pemerintah daerah dan dua perusahaan swasta yang terlibat. Tidak adanya koordinasi yang jelas antara ketiga pengelola menyebabkan pelayanan publik menjadi amburadul, termasuk dalam pengelolaan limbah.
Menurut pengakuan dari pihak pedagang, setiap hari hanya sebagian kecil dari sampah yang berhasil di angkut. Sementara jumlah produksi sampah terus bertambah, fasilitas pengolahan yang ada tidak memadai. Penumpukan mencapai ribuan kubik, dan tak ada solusi cepat yang terlihat. Padahal pedagang tetap diminta membayar pungutan kebersihan setiap hari, padahal manfaat dari pungutan itu tidak dirasakan langsung. Banyak yang menilai bahwa hal ini tidak lain adalah bentuk pungli, karena uang dikutip tetapi layanan tak diberikan sebagaimana mestinya. Ironisnya, pihak-pihak pengelola justru cenderung saling melempar tanggung jawab, tanpa ada upaya konkret untuk menyelesaikan masalah.
Desakan datang dari berbagai pihak agar pemerintah kota segera turun tangan. Beberapa aktivis lingkungan meminta audit transparan terhadap pengelola pasar untuk mengetahui kemana larinya dana retribusi yang selama ini di tarik. Pedagang juga mengancam akan melakukan aksi protes lanjutan dengan membuang sampah di depan kantor pengelola dan dinas terkait. Aksi ini di maksudkan untuk membuka mata semua pihak atas buruknya manajemen pasar yang sudah berjalan terlalu lama.
Keresahan Para Pedagang Di Pasar Induk Gedebage
Keresahan Para Pedagang Di Pasar Induk Gedebage, Bandung, semakin memuncak akibat maraknya pungutan liar atau pungli yang di lakukan oleh pihak-pihak yang tidak resmi. Pedagang mengeluhkan adanya penarikan biaya retribusi kebersihan harian dengan nominal yang bervariasi, mulai dari empat ribu hingga lima belas ribu rupiah. Masalahnya, pungutan ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas, karena di lakukan oleh kelompok atau paguyuban yang tidak memiliki kerja sama resmi dengan pengelola pasar. Kondisi ini membuat para pedagang merasa di rugikan secara ekonomi, apalagi di tengah menurunnya daya beli masyarakat.
Selain itu, para pedagang juga di buat resah dengan kondisi pasar yang kotor dan semrawut. Sampah menumpuk di berbagai sudut pasar tanpa penanganan yang memadai. Fasilitas kebersihan seperti tempat sampah sangat terbatas, dan pengangkutan sampah jarang di lakukan. Akibatnya, pada musim hujan, banyak saluran air tersumbat dan menyebabkan genangan serta banjir di area pasar. Lingkungan pasar menjadi tidak nyaman, bahkan menimbulkan bau menyengat yang mengganggu aktivitas jual beli. Padahal, para pedagang sudah membayar pungutan kebersihan setiap hari, namun kondisi pasar tetap buruk.
Karena tidak kunjung ada perbaikan, para pedagang akhirnya melakukan aksi protes. Mereka menyuarakan tuntutan agar pengelolaan pasar di lakukan secara profesional dan transparan, terutama terkait kebersihan dan penarikan retribusi. Beberapa di antaranya bahkan nekat membuang sampah di depan kantor pengelola pasar sebagai bentuk kekecewaan terhadap pelayanan yang tidak memadai. Pedagang juga meminta pemerintah kota turun tangan langsung untuk menyelesaikan permasalahan ini. Mereka ingin ada pengawasan ketat dan penindakan tegas terhadap pihak-pihak yang melakukan pungli, serta perbaikan menyeluruh terhadap fasilitas pasar agar kegiatan ekonomi bisa berjalan dengan lancar dan adil.
Pemkot Bandung Di Desak Untuk Segera Mengambil Tindakan Atas Dugaan Pungli
Pemkot Bandung Di Desak Untuk Segera Mengambil Tindakan Atas Dugaan Pungli yang meresahkan para pedagang di Pasar Induk Gedebage. Desakan ini muncul karena para pedagang merasa di rugikan secara ekonomi dan psikologis akibat adanya penarikan retribusi kebersihan yang tidak resmi. Selama ini, pungli di lakukan oleh kelompok atau paguyuban yang tidak memiliki legalitas atau kerja sama formal dengan pengelola pasar resmi. Praktik ini jelas melanggar aturan dan mengaburkan transparansi pengelolaan pasar. Pedagang yang sudah berjuang keras di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu merasa terbebani dengan biaya tambahan yang tidak semestinya. Oleh karena itu, masyarakat dan para pedagang menuntut Pemkot untuk tidak tinggal diam dan segera turun tangan memberantas praktik ini.
Tindakan yang di harapkan bukan hanya berupa imbauan atau klarifikasi, melainkan langkah konkret seperti investigasi menyeluruh terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam praktik pungli. Pemkot perlu memastikan bahwa hanya pihak resmi yang berhak menarik retribusi, dan harus ada regulasi yang jelas serta di sosialisasikan kepada seluruh pedagang. Selain itu, aparat penegak hukum di harapkan ikut di libatkan untuk menindak oknum-oknum yang terbukti melakukan pungli.
Lebih jauh, para pedagang menginginkan agar Pemkot Bandung tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga melakukan pembenahan menyeluruh terhadap sistem pengelolaan pasar. Fasilitas pasar perlu di tingkatkan, sistem retribusi harus digital dan transparan, serta di buat saluran pengaduan yang efektif untuk mencegah praktik-praktik serupa di masa depan. Langkah ini penting untuk mengembalikan kepercayaan para pedagang dan memastikan bahwa pasar dapat berfungsi sebagai tempat transaksi ekonomi yang adil dan bersih dari pungli.
Dugaan Pungli Merupakan Sisi Gelap Dari Pengelolaan Pasar Tradisional
Dugaan Pungli Merupakan Sisi Gelap Dari Pengelolaan Pasar Tradisional yang selama ini mungkin tersembunyi. Pasar tradisional seharusnya menjadi pusat kegiatan ekonomi rakyat yang adil, terbuka, dan menyejahterakan banyak pihak. Namun, ketika pengelolaannya di kuasai oleh oknum atau kelompok tertentu yang memanfaatkan celah hukum untuk meraup keuntungan pribadi, maka nilai-nilai tersebut hancur. Pungutan liar yang di lakukan tanpa dasar hukum menunjukkan bahwa sistem pengawasan pemerintah sangat lemah. Pedagang yang notabene adalah pelaku usaha kecil menjadi korban utama. Mereka di paksa membayar retribusi yang tidak jelas peruntukannya, tanpa jaminan akan kebersihan pasar, keamanan, atau fasilitas umum yang layak.
Praktik ilegal ini juga menandakan adanya kemungkinan pembiaran dari aparat atau pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Ketika keluhan pedagang tidak di tanggapi, sementara pungli tetap berjalan, muncul dugaan bahwa ada jaringan yang saling melindungi. Hal ini mengarah pada matinya prinsip keadilan dan transparansi dalam pengelolaan pasar. Ketimpangan semakin terasa ketika pedagang kecil harus memikul beban biaya tambahan, sementara pelayanannya tidak membaik. Di sisi lain, lingkungan pasar menjadi tidak nyaman dan tidak sehat karena pengelolaan kebersihan yang buruk, bahkan menimbulkan masalah seperti banjir, bau busuk, dan penyebaran penyakit.
Selain itu, dampaknya bisa jauh lebih luas. Jika ketidakadilan seperti ini terus berlangsung, pasar tradisional akan kehilangan kepercayaan masyarakat. Konsumen bisa beralih ke pasar modern yang di nilai lebih tertata, dan pedagang kecil perlahan-lahan akan tersingkir. Pasar tradisional yang seharusnya menjadi wajah ekonomi kerakyatan justru berubah menjadi ladang eksploitasi akibat adanya Dugaan Pungli.